Menutup Sebuah Kisah


"Secara perlahan... Sepertinya aku mau memutuskan kisah itu. Kisah yang tidak jelas arahnya. Kisah yang hanya membuatku terbelenggu dalam pusaran waktu. Kisah yang terkadang membuaiku, namun tak jarang juga melemparku ke dalam jurang. Aku lelah bermain seperti ini. Aku ingin mengakhirinya."


Meissa duduk di bangku taman dekat rumahnya. Sebuah taman yang terdiri dari dua bangku persegi terbuat dari kayu, yang ditengahnya menjulang pohon belimbing. Taman itu tidak terlalu besar untuk ukuran sebuah taman. Panjang sekitar 4 meter dengan lebar 3 meter. Semak-semak rendah membatasi taman itu dari jalan. Sejak sebulan yang lalu, taman ini menjadi tempat favorit Meissa di senja hari. Berpikir dan menikmati indahnya matahari terbenam ternyata memberikan sensasi yang menyenangkan bagi Meissa.

Sudah hampir sebulan kehidupan Meissa dirasuki sesosok pria baru. Pria yang belum lama dikenalnya, namun memiliki pengaruh yang besar bagi kehidupannya. Baru kali ini Meissa bertemu dengan pria seperti itu. Pria yang berbeda dari pria lainnya. Pria yang memiliki "syarat-syarat" pria impiannya. Namun, Meissa masih belum yakin. Ia tidak tahu hubungan ini akan berakhir seperti apa. Meissa merasa pria itu terlalu baik untuknya. Meissa merasa masih banyak perempuan lain yang pantas bersanding dengannya.

"Aku cuma gadis biasa. Tampang pas-pasan. Otak pas-pasan. Apalah artinya diriku untuknya"

Mungkin untuk urusan karir dan akademik, Meissa merupakan orang yang optimis dan pantang putus asa. Tapi, untuk urusan seperti ini ia menyerah. Ia takut terjatuh dan terpuruk. Takut sakit hati. Pria itu terkadang membuatnya terbuai, namun terkadang menjatuhkannya. Oke, mungkin maksudnya bukan menjatuhkan, pria itu terlalu baik untuk menjatuhkan. Namun, kecenderungan Meissa yang sensitif membuatnya berpikir demikian. Hal inilah yang pada akhirnya membuat Meissa memutuskan untuk menutup buku yang sedang ia tulis. Menutup kisah ini.

Komentar

Postingan Populer