Aku Putuskan Untuk Mundur

"Kangen
Satu kata yang menggambarkan perasaanku saat ini.
Ntah mengapa perasaan ini begitu menyiksa.
Sedang terjadi pertentangan dalam egoku. Id yang ingin menyapa dan berbincang dengannya, melawan superego yang melarangku untuk berinteraksi dengannya.
Mengapa harus dilarang? Sebenarnya itu adalah usaha untuk melindungi egoku. Usahaku untuk melupakannya. Usahaku untuk membuatku "menetralkan" perasaanku padanya.
SULIT. Amat sangat sulit.

Tapi aku harus bisa. Karena ia bukan untukku. Ia ditakdirkan untuk bersama yang lain. IA MEMILIH YANG LAIN. Bukan aku.

Seseorang yang membuka mataku untuk mengerti dan memahami banyak hal.
Seseorang yang membuatku semangat untuk terus belajar dan belajar.
Seseorang yang mempengaruhiku untuk melakukan hal-hal baik.
Seseorang yang membuatku tertawa saat ia senang dan termenung saat ia sedih.

Oh, Tuhan.
Haruskah aku melupakannya?
Bila itu memang takdirku, bila Engkau memiliki rencana yang lebih baik, aku ikhlas.
InsyaAllah.

Semoga dia selalu bahagia, kapan pun dan dimanapun ia berada.

Maaf, aku tidak bisa berinteraksi denganmu lagi. Maaf.
Karena kamu memilih yang lain, aku putuskan untuk mundur.
"


Terdengar ketukan di pintu kamar Viska untuk yang ketiga kalinya.
"Publish" and "Sign Out"
Setelah posting ceritanya hari ini, ia memutuskan untuk menuruti panggilan ibunya makan malam.

Komentar

Postingan Populer